Sabtu, 19 Oktober 2013

All About You

0

Namaku Kinan, aku pernah mencintai seseorang dengan tulus. Tapi, semua ketulusan cintaku padanya berakhir dengan sia-sia.
“Kinan, jangan sedih terus dong. Senyuuum.” kata sahabatku Widya sambil mencari tisu di meja rias kamarku.
“Aku nggak bisa Wid, aku nggak bisa terima kenyataan bahwa Ilham udah ninggalin aku, dia pergi begitu saja tanpa pamit.”
Ilham namanya, cowok yang sangat aku sayangi, dia pergi meninggalkanku tanpa alasan. Aku pun baru mengetahui kepergiannya setelah sehari dia pergi. Dia juga tak pernah mengabariku kenapa ia pergi. Yang ku tau, Ilham harus meninggalkan sekolah lamanya bersamaku karna dia di tuntut kedua orang tuanya untuk tinggal di pesantren, tepatnya di Balikpapan. Aku pun sangat terpukul mendengarnya.
“Kinan, kamu ngnggak boleh mikirin Ilham terus-terus seperti ini. Dia itu ngnggak mau bilang kepergiannya karna dia ngnggak mau liat kamu sedih. Coba kakamu dia tau kamu sedih seperti ini. Gimana Kin?”
“Tapi aku betul-betul kecewa Wid, kamu ngnggak akan bisa ngerti gimana rasanya jadi aku.”
Sehari sebelum Ilham pergi, teman-teman sekelasku sebenarnya sudah tau akan kabar bahwa Ilham akan pindah dari sekolah. Tapi Ilham melarang mereka semua untuk memberitahuku dan merahasiakan semuanya. Ini juga karena Ilham nggak ingin buat aku bersedih. Tapi justru malah sebaliknya.
***
Seminggu pun berlalu, aku masih belum bisa menerima semuanya yang telah terjadi ini. Disekolah rasanya sepi tak ada Ilham di sisiku yang biasanya setiap hari menyapaku, tertawa bersama. Ilham juga tak pernah mengabariku dia menghilang begitu saja. Sampai sekarang aku belum bisa memaafkannya sebelum aku tau alasannya mengapa dia tak memberitahuku tentang kepergian dan kepindahannya ke Balikpapan. Aku mencoba melupakannya tapi aku tak bisa, perasaan ini seakan-akan membunuhku. Semakin aku mencoba melupakannya, semakin melekat kenangannya dihatiku.
“Kin, maafin aku nggak bilang-bilang sama kamu. Sebenernya aku udah tau Ilham mau pindah dari sekolah, tapi Ilham ngelarang aku buat bilang sama kamu, katanya dia nggak mau buat kamu sedih. Kamu pasti bisa dapetin yang lebih dari dia. Itu pesan Ilham buat kamu.” Kata Heri sahabatnya Ilham.
Entah mengapa, hatiku nggak bisa menerima semua perkataan dari Heri. Aku menyayangi Ilham, hanya Ilham yang selalu ada di hatiku, dan dia yang terbaik untukku. Itu menurutku.
“kamu jahat Her, kenapa kamu nggak bilang sama aku dan harusnya kamu tuh ngerti perasaan aku.”
“iya, maafin aku Kin. Aku salah, tapi mau gimana lagi Ilham udah pergi dan asal kamu tau Kin. Dia itu sayang banget sama kamu. Dia sebenernya nggak mau pindah, tapi karna desakan kedua orang tuanya dia pindah ke pesantren.”
“aku kecewa Her sama dia. Kenapa dia nggak bilang dari awal?” kataku lemas.
Aku meninggalkan Heri yang masih diam membisu diambang pintu kelasku. Aku nggak mau mendengar semuanya lagi. Aku udah cukup kecewa dengan semua ini. Andaikan waktu bisa berhenti berputar untuk saat ini, aku ingin kembali dan melihat Ilham untuk terakhir kalinya.
***
Pagi hari di kelas,
Seiring berjalannya waktu meskipun Ilham tak pernah mengabariku, atau mungkin dia sudah lupa denganku. Yaa, begitu pun aku masih terus mencoba melupakannya. Hari demi hari ku jalani semuanya dengan normal seperti dulu sebelum Ilham pindah dari sekolah ini. Aku hanya bisa mencoba untuk ikhlas dengan yang ku jalani sekarang. Andaikan ini semua mimpi, aku tak mau ini semua akan terjadi. Tetapi apa daya semuanya bukan mimpi, ini nyata.
“Kin…” panggil seseorang dari tempat duduk belakang dan ternyata itu Heri, dia berjalan menghampiriku.
“apaan Her?’’ kataku.
“Kin, kemaren Ilham chattingan sama aku nanyain kamu loh.”
“terus?”
“kok terus?”
“iyaa, terus kenapa? Apa urusannya sama aku?”
“urusannya adalah…”
“apaan?” tanyaku sinis
“dia masih nungguin kamu.”
“oh.” Jawabku singkat.
“idih ngeselin nih anak, emang kamu nggak mau tau kabarnya Ilham?”
“tau ah, aku bingung sama Ilham, dia bilang sayang sama aku tapi apaan tuh ninggalin aku gitu aja dan udah seminggu lebih aku nggak tau kabarnya.”
“yaa kamu tanya lah kabarnya gimana?”
“ngapain ah Her, cewek pastinya gengsi kali nanya ke cowok duluan.” Kataku agak jengkel
“aku bingung sama kalian berdua, kamu sama Ilham sama-sama sayang, tapi nggak ada yang mau mulai duluan. Gimana kalian mau jadian kalau kalian sama-sama gengsi. Cinta sih cinta, tapi kok munafik?”
“harusnya dia lah, minta maaf enggak , kabarin aku juga enggak. Kalau aku disuruh milih untuk kenal sama dia atau nggak, aku akan lebih milih enggak dari pada aku harus sakit hati di akhirnya… aku malah kecewa banget.”
“yaaa, kemaren dia nanyain kabar kamu, ya aku jawab kamu sedih banget dia pindah.”
“kamu jujur amat sih Her, aaaah tau deh.”
***
Hari terus berganti, meninggalkan semua kenangan yang ada begitu pun kenangan ku dengan Ilham, aku bertekat kuat untuk melupakannya. Aku sudah cukup kecewa dengan semua ini. Setiap kali aku berdoa, mendoakannya untuk kembali bersama ku lagi seperti dulu tapi itu semua tak mungkin. Aku memang mencintai Ilham, tetapi tak pernah Ilham jujur akan rasa sayang dan cintanya kepadaku, selalu Heri yang bilang kepadaku setiap kali Ilham curhat kepadanya. Aku bingung dengan semua ini, mencintai seseorang tanpa sebuah kepastian yang pasti.
Tuhan… jika memang dia yang terbaik untukku, jagalah dia disana tuhan…
Jagalah hatinya untukku, dan jagalah hatiku untuknya…
Aku disini hanya bisa mendoakannya, melihat nya dari kejauhan…
Ini berat untuk ku jalani Tuhan… jauh dari seseorang yang aku sayangi…
Aku menyayangi dan mencintainya… tabahkan hatiku Tuhan…
Tuhan… hanya satu pintaku, jagalah iya saat aku jauh dari sisinya…
Setiap malam setiap ada kesempatan aku berdoa dan menangis, akankah cintaku padanya akan kembali seperti dahulu menjalani hari-hari dengan penuh canda maupun tawa. Cinta ini mulai membunuhku… kau adalah mimpi yang takkan pernah ku gapai.
***
Sebentar lagi liburan semester tiba, 6 bulan sudah berlalu. Sebenarnya momen-momen itulah yang selama ini ku tunggu. Karna liburan sekolah Ilham pasti pulang ke Jakarta dan ada kemungkinan kita akan bertemu lagi. Tetapi, ketika aku mendengar kabar kalau Ilham pasti akan pulang ke Jakarta hatiku biasa saja. Tidak ada getaran-getaran seperti dulu saat aku bersamanya, mungkin karena selama 6 bulan ini aku sudah terbiasa tanpanya, yaa meskipun awalannya aku sangat terpukul dan kecewa juga sedih. Tapi sekarang aku sudah mempunyai seseorang yang bisa menggantikan hati Ilham di hatiku yaitu Hadi, sudah 6 bulan juga aku mengenalnya. Hadi datang di kehidupanku ketika hatiku sedang hampa dan kosong tanpa arah. Dia menyembuhkan luka di hatiku, awalnya aku memang tak bisa melupakan Ilham karna bagaimana pun juga Ilham akan selalu tinggal di hatiku. Saat kepergian Ilham, Hadi lah yang selalu menemani hari sepiku. Selama 6 bulan aku mengenalnya, bagiku Hadi adalah seorang cowok yang baik, pengertian, dan sabar. Sudah 3 kali Hadi menyatakan perasaannya padaku, tetapi tak pernah ku jawab aku hanya bilang kepada Hadi kalau aku masih mengejar sesuatu. Aka pun mengerti, walaupun dia tak pernah tau aku masih menunggu seseorang, yaitu Ilham. Dan Hadi masih setia menunggu hatiku. Dan aku pun janji akan menjawabnya, aku menerima cintanya atau tidak saat ulang tahun Hadi nanti.
***
Pagi di sekolah,
“besok kita bagi rapot Kin.” Kata Widya sahabatku
“iya, aku takut nih jadinya masuk jurusan apa Wid.”
“udah yakin kamu pasti IPA. “
“yaa mudah-mudahan aja kalau kita bisa satu kelas lagi, kamu IPA dan aku juga.”
“amiin.”
“haaai semua.” Sapa Heri sambil duduk di sebelahku
“apaan si Her, JB JB aja.” Kata ku
“hahaha… lagi ngomongin apaan sih? Serius banget?” Heri tertawa pelan.
“jurusan Her…” kata Widya.
“oh gitu yaa… kamu pasti masuk IPA, kalau aku sih maunya IPS.”
“yaa amin-amin, mudah-mudahan kita masuk yaa.” Kataku.
“iyaa amin.” kata mereka berdua.
“eh Kin, ngomong-ngomong gimana perasaan kamu sekarang sama Ilham?” tanya Heri kepadaku
“yaaah, kamu ngomongin Ilham lagi.” Jawabku lemes
“dia selau nanyain keadaan kamu sama aku Kin, ya aku jawab kamu baik. Ilham juga bilang kenapa dia nggak nembak kamu. Katanya dia, dia nggak mau nyakitin kamu lagi emangnya kamu mau pacaran jarak jauh sama Ilham? Ilham takut kamu nolak dia, kalau pun kamu nerima dia, kasihan kamu nya Ilham nggak pernah ada di samping kamu. Kamu tau kan pesantren gimana? Dia pulang juga pas liburan.”
“yaaa.. aku tau. Status menurut aku nggak penting. Yang aku mau komitmen Her. Tentang kepastian, dia sayang sama aku tapi dia nggak pernah bilang atau pun jujur tentang perasaannya sama aku. Gimana aku mau percaya sama dia, bisa aja kan dia pacaran disana atau udah punya cewek pengganti aku? Aku yakin Her. lagian 6 bulan udah berlalu. Aku mungkin bisa lupain dia, tapi aku nggak akan bisa ngelupain semua kenangan tentang kita”
“oh iya, liburan dia kesini Kin. Dia pengen ketemu sama kamu.”
“aku nggak mau lah za, udah cukup yang dulu-dulu aku nggak mau nantinya keinget dia lagi. Sekarang aku udah punya yang lain, meskipun aku belum jadian sama dia. Tapi kita udah dekat semenjak Ilham ninggalin aku.”
“siapa?” tanya Heri
“Hadi namanya Her, dia ganteng putih jago main basket dan juga jago futsal.” Kata Widya yang menambah pembicaraan suasana menjadi semakin hangat.
“serius kamu Kin?” tanya Heri tak percaya.
“iya, aku serius dan suatu saat kita pasti akan jadian.” Kataku padanya.
“jujur nih aku Kin sama kamu Ilham disana banyak yang nembak dan banyak yang sukain. Kamu mau tau semua cewek yang nembak dia banyak, terus dia tolak. Adapun anak SD nembak dia, dan katanya mirip sama kamu.”
“terus di terima?” kata Widya sahabat ku, yang duduk di sampingku sembari membaca novel.
“aku belum tau kabarnya. Setau aku sih dia belum jawab mau nerima tuh cewek apa enggak.”
*Bel pun berbunyi*
***
Pagi hari,
Hari ini adalah hari yang ku tunggu-tunggu mama ku sudah bersiap-siap untuk mengambil rapotku. ketika sampai di sekolah, aku berpapasan dengan Heri. Heri tak melihatku mungkin dia nggak sadar seseorang yang berpapasan dengannya itu aku. Setelah pembagian hasil rapot selesai ternyata Alhamdulillah akhirnya aku masuk jurusan IPA, jurusan yang selama ini aku cari dan sudah aku rencanakan.
“Kin, nanti setelah bagi rapot main yuk.” Kata Sari teman dekatku
“okeey, siapa aja?” tanyaku
“banyak lah. Pokoknya.”
“okedeh.”
“kamu udah bagi rapot?” tanyanya.
“udah nih,”
“cie… IPA nih ye. Selamat yaa.”
“kamu emang belum?” tanyaku.
“belum, nanti setelah ini.”
“oh okey, emang kita mau main apa?”
“main UNO aja, hehe kamu bawa uno?”
“nggak nih, ya sudah aku balik duluan yaa… nanti datangin aku aja.”
***
Siang hari,
“Kinan, ayo berangkat main.. anak-anak udah pada ngumpul. Jangan lupa uno nya.”
Aku naik motor di jemput oleh teman dekat ku Sari. Setelah beberapa menit sampai di rumah Sabil, akhirnya kita semua main UNO
“Sabil, si Heri nggak datang?”
“nggak tau Kin, katanya mau pergi.”
Sabil adalah teman deketku juga, karna rumahnya adalah basecame kami, tempat kami berkumpul dan bercanda bareng. Tak lama sambil kita memainkan UNO, ada suara motor berhenti di rumah Sabil. Robi teman ku keluar dan membuka pintu. Ku lihat dari arah jendela ternyata Heri, tetapi disana ada seseorang lagi. Memakai helm dan sepertinya aku mengenalnya, cuma dari jendela tidak terlalu kelihatan. Seseorang itu melepas helm nya dan ternyata… OMG! batinku.. ternyata seseorang itu adalah…
“Kin, ada Ilham tuh.”
“hah? serius kamu Bil?”
“iya serius, tuh anaknya kesini kan.”
Oh Tuhaan… apa salahku, aku tak ingin bertemu dengannya. Tetapi sekarang kita malah di pertemukan. Apa ini takdirku Tuhan.. untuk bertemu dia lagi. Deg….. tiba-tiba saja terasa jantungku berhenti, getaran ini sudah lama tak kurasakan. Sangat berbeda sekali bila aku dekat dengan Hadi, tidak ada getaran seperti ini. “ada apa dengan bantin ini?
“Maaf Kin, dari awal kita semua sudah ngerencanain ini, untuk nemuin kamu sama Ilham.”
Aku dan Ilham hanya tersenyum tipis. Tapi aneh sikapnya Ilham, dia betul-betul berubah. Dia tak menyapaku. Bahkan menegurku itupun tidak. Apa yang terjadi dengan batinku Tuhan. Apa dia sudah menemukan yang lain? Entahlah… selama kita semua ngobrol, tetapi aku dan Ilham tidak juga saling tegur sapa, kenal… tapi seperti tidak kenal… Ilham seperti orang asing dalam hidupku.
“Kin, Ilham, kok kalian berdua diam aja…” ledek mereka.
“ayo dong kangen-kangenan gimana kek gitu?” kata Robi teman dekatku yang juga ikut meledek.
“tau kamu ya, udah ada orangnya malah di cuekin. Giliran nggak ada malah nyariin.” ledek Heri
“apaan sih kamu Her, nggak jelas.” Jawabku sinis
“yee kamu berdua tuh cinta, tapi munafik. Sama-sama cinta tapi malu-malu nggak ada yang mau mulai duluan. Gini nih jadinya cuek-cuekkan kalau ketemu.”
Kenapa harus aku yang mulai duluan apa musti aku yang negur duluan? Siapa yang buat salah? aku kah? Atau dia? Yang ninggalin aku siapa? Yang buat aku sedih siapa? Yang buat aku kecewa dan sakit hati siapa? Harusnya kamu sadar Ilham ! batinku meringis.
“yaudah lah Her, kalau mereka emang mau diem-dieman.” Kata Sabil
Aku hanya tersenyum ke arah mereka yang menatapku juga Ilham. Setiap kali aku memergoki Ilham melirikku, dan aku juga meliriknya batinku menangis. Apa iya Ilham nggak kangen sama aku, atau minta maaf? Tapi apa nyatanya… itu tidak sama sekali!! yang ku lihat dari sorotan matanya masih ada cinta dan rindu dihatinya. Akupun merasakan itu. Tatapannya, masih seperti dulu, dingin tetapi penuh arti dari sorotan matanya penuh keteduhan. Andai saja tatapan ini bisa membunuh, mungkin aku sudah terkapar olehnya.
Akhirnya kita semua main UNO, mainan yang biasa kita mainin kakamu nggak ada mainan yang bisa dimainin. kita anak SMA tetapi masih main kartu UNO, yaa walaupun UNO buat semua umur. Heri pun membagikan kartu UNO nya. Dan kita semua main. Ternyata seiring berjalannya waktu, pertama Sari keluar menang, disusul Sabil, disusul Heri, dan yang terakhir Robi, yang salalu main UNO keringetan. Main UNO aja kok keringetan? Dan yang tersisa hanya aku dan Ilham. Permainan semakin menegang. Belum ada kepastian siapa yang menang aku ataupun Ilham.
“ayodong menangin Kin.” Teman-temanku menyemangatiku. Begitupun Ilham yang sibuk dengan kartu-kartunya .
“udeh kamu pasti menang deh Ham.” Kata Heri yang malah membela Ilham di banding aku
“eh belum tentuu.” Kataku , daaaannnn…..
“UNO!“ Ilham mengucapkan kata itu bentar lagi dia menang karna kartunya tinggal satu 4+ ternyata.
aku pun kalah saat permainan itu. Tapi tak apalah ini hanya sebuah permainan, akhirnya kita semua tertawa bersama.
bahagia itu sederhana… walaupun aku dan Ilham tak saling tegur sapa bahkan saat bermain Ilham tak juga menatapku. Tetapi dengan melihat Ilham tersenyum atas kemenangannya padaku. Aku sudah senang. “Bahagia itu sederhana, aku mungkin saja melupakanmu ketika kau pergi, dan jauh disana.. tetapi cinta, perasaan kembali ada ketika kau datang”
waktu sudah menunjukan pukul 4 sore. Karna hari sudah sore akhirnya kita semua memutuskan untuk pulang. Pertemuan yang sangat singkat antara aku dan juga Ilham. Sampai pulang kita berdua juga nggak ngobrol dan saling cuek-cuekan. Yaa… itulah Ilham dingin dan sangat cuek
***
Malam,
Aku masih teringat pertemuan singkat tadi siang. Ini semua seperti mimpi ataukah aku bermimpi?? Sambil memeluk boneka dan tepar di atas kasur aku memutar kembali saat 6 bulan yang lalu, saat Ilham meninggalkanku, dan pergi begitu saja tanpa kabar. Dan sekarang dia ada disini menemuiku. Aku tak mengerti apa maksudnya?
dret.. dret… ponselku bergetar, tanda sms masuk dan ternyata itu dari Hadi.
“Kinan.. malem.. apa kabar?”
“hei, baik kok Hadi.”
“oh gitu syukur deh.”
“besok bisakan dateng kerumah Hadi Kin?”
Ya Tuhan.. aku lupa besok tanggal 26 adalah hari ulang tahunnya Hadi. Untung saja aku sudah menyiapkan kado untuknya jauh-jauh hari.
“okey, besok Kinan dateng kok.”
“mau aka jemput?”
“okeh” diakhiri percakapan pendek itu di sms dan aku pun tertidur
***
Esok hari,
Jam 10:00 Hadi sudah sampai di depan pagar rumahku. Aku pun pergi kerumahnya di boncengin naik motor satria nya. Di perjalanan dan di pikiranku kosong, entah apa yang aku pikirkan dan akhirnya setelah beberapa menit di perjalanan kita pun sampai di perumahan blok A rumahnya Hadi, disana sudah banyak temen-temennya yang berkumpul. Juga sahabat ku Putri.
“Hadi. Ini kado buat kamu.”
“ya ampun Kinan, pake repot-repot.”
“yaa.. gapap kok.”
Kado yang aku berikan untuk Hadi adalah angsa-angsaan biru hasil karya ku sendiri, juga striminan yang bertulisan namanya dan hari ulang tahunnya.
“Heemm ikut aku bentar yuk,” tanganku di gandeng Hadi ke arah taman komplek dekat rumahnya. Aku tak mengerti apa maksudnya. Terlintas tiba-tiba di pikiranku. Aku lupa kalau aku berjanji akan menjawabnya iya atau tidak untuk menjadi pacarnya.
“heem.. mau ngapain ya Di?” tanyaku terbata-bata aku masih tidak tau harus menjawab iya atau tidak untuk menerimanya.
“adadeh.” Jawab Hadi
Sesampainya di taman yang indah dan penuh bunga berwarna-warni disana terpampang bunga matahari yang menjulang tinggi juga pohon anggur di sekeliling taman. Di temani teman-teman Hadi juga Putri sahabatku. Karna dialah aku bisa kenal dengan Hadi, setelah kepergian Ilham 6 bulan yang lalu. Di tengah lapangan Hadi melepaskan gandengannya.
“Kinan, bagaimana dengan jawaban kamu?”
“jawaban? Jawaban apa?” aku pura-pura tak ingat.
“jawaban, apa kamu nerima aku? Atau tidak.”
Jleeeeeeebbbbb…………….
Ternyata Hadi benar-benar menagih janji itu. Aku tak tau kenapa bisa jadi begini. Awalnya aku memang sudah hampir bisa MOVE-ON dari Ilham, tapi apa? Ilham datang kembali di kehidupanku. Menemuiku walaupun itu tidak sengaja bertemu. Tapi apa daya, Hadi cowok yang selama ini 6 bulan aku gantungi perasaannya masa iya aku tolak. Cinta diantara dua hati itu tidak mungkin! Aku mencintai Ilham juga Hadi..
“Kinan, kok diem?” tanya Hadi.
“hah? Iya…apa?” kataku terbata-bata.
Temen-temen Hadi yang menonton dan menyaksikan itu mereka semua menyoraki kita berdua… “terima…… terima…….” aku bingung saat itu.
“kamu nerima aku atau tidak Kinan… aku sayang kamu.” Di raih nya tanganku.
Setelah beberapa menit aku berpikir, akhirnya
“iya Hadi, Aku terima.”entah apa yang ku pikirkan tak sengaja aku mengucapkan kata-kata itu, terlambat sudah……
“Yeeeeyyyy jadiaaaaan” sorak mereka tambah ramai. Orang-orang yang ada di area taman bingung karena saat itu teman-temannya Hadi berisik dan rame. Meskipun saat itu aku malu. Aku memutuskan untuk menerima Hadi karna aku juga suka sama dia , walaupun aku masih mengharapkan Ilham untuk menjadi kekasihku. Tapi itu semua tidak mungkin , Ilham hanyalah mimpi bagiku takkan pernah ku memilikinya.
“makasih Kinaaaan….. ini boneka taddy bear buat kamu”
“iya… makasih yaa Hadi.”
Aku tak menyangka akhirnya aku jadian juga sama Hadi, bertepatan dengan ulang tahunnya. Dia memberiku boneka taddy bear berwarna warna pink, Teman-teman Hadi juga memberi memberi selamat ke kita berdua. Taman itu menjadi saksi cinta kita berdua.
***
Kejadian kemarin telah berlalu. Kini aku sudah menjadi milik orang lain . aku mungkin bisa belajar untuk menyayangi Hadi, namun mungkin tak sepenuhnya karna aku masih mengharapkan cintanya Ilham entah sampai kapan.
Baru sehari kami berdua jadian, berita itu sudah menyebar sampai ke kuping teman-temanku terutama Ilham. Ilham sudah mengetahui kalau aku sudah jadian, Ilham pun syok mendengar kabar tersebut yang datangnya dari Heri. Heri adalah sahabatku sekaligus sahabat dan teman curhatnya Ilham. Jadi apapun yang terjadi denganku pasti Heri tau, dan bakal lapor ke Ilham.
Ponselku tiba-tiba berdering, ternyata ada telpon dari Robi sahabatku.
“halo?” sapanya.
“iya Bi, tumben telpon ada apa?” tanyaku.
“gapapa, Cuma mau mastiin aja.”
“apa?”
“kamu beneran jadian sama Hadi? Cowok yang sering kamu ceritain itu ke aku?.”
“iya Bi.”
“selamet ya sayang.”
“eh iya makasih.”
“oh iya, Ilham udah tau kamu jadian?”
“udah, sepertinya dari Heri.”
“iya, aku juga tau dari si Heri . Kirain itu bohongan ternyata beneran.”
“iya, itu semua bener. Aku jadian kemaren tanggal 26 pas ulang tahunnya Bi.”
“hmmm… kamu udah tau kalau Ilham nyusul jadian setelah kamu jadian sama Hadi?”
“apa..?” Aku tersentak kaget. Tak sengaja ponselku ku banting ke arah tempat tidur, dan untungnya tidak ke lantai, ku ambil lagi dan kudengarkan apa yang sebenarnya terjadi.
“halo Kin?”
“ya maaf, tadi hp aku jatoh. Aku kaget abisnya.” Jantungku tiba-tiba saja terasa sesak dan sakit entah kenapa, aku tak mengerti.
“jadi gini, hari ini Ilham jadian Kin”
Deeeg……serangan itu kembali ada.
“nggak, aku nggak tau? Emang dia hari ini jadian? Sama siapa?
“sama anak sana yang katanya mirip sama kamu, namanya Evina.”
“Evina? Semoga dia bahagia.” Ku akhiri percakapan itu, walau singkat tapi menyakitkan bagiku.
sungguh aku tak percaya, dan hari ini tanggal 27, ternyata hari ini jugalah Ilham jadian sama pacarnya Evina. Aku tak mengerti apa maksudnya Ilham dengan semua ini. Ataukah Evina yang katanya mirip denganku itu cuma sebagai pelampiasannya saja? ataukah Ilham bener-benar menyayanginya? Entahlah.
Kini semuanya tlah berakhir, meskipun aku tak mengerti jalan pikirannya Ilham. Tetapi aku yakin, dihati kecilnya Ilham meskipun sedikit saja, dia masih menyisihkan tempat untukku dihatinya dan menyimpan namaku dihati kecilnya.. begitupun aku, meskipun aku sudah mempunyai seorang kekasih, dan dialah yang membuatku menyadari. Menunggu itu tidak enak, apalagi orang yang kita tunggu nggak pernah mencoba untuk meraih kita. Sungguh menyakitkan. Mungkin Ilham sama sepertiku, menjalani semuanya tetapi tidak apa yang dia inginkan.
***
Tiba-tiba saja ponselku bergetar ternyata telpon masuk .
“halo? Kinan? Kin, hari ini Ilham mau pulang.”
“pulang?” ternyata sms itu berasal dari Sari yang juga teman baikku.
“iya pulang, padahal dia baru sebentar di Jakarta. Malah belum sempat kangen-kangenankan sama kamu? Eh tapi nggak deh kamu berduakan udah sama-sama punya pacar. Tapi aku sih yakin pasti kamu berdua masih saling ngarepin iya kan?”
“nggak usah nyindir gitu deh Sar.”
“haha.. iya maaf” Sari tertawa pelan.
“oh iya, kamu telpon aku cuma mau ngasih tau kalau dia pulang?’’
“yaa.. aku sedih banget dia harus pulang dan katanya nggak akan balik lagi.”
Deeegggg……….. tiba-tiba saja air mataku mulai jatuh perlahan setelah mendengar kabar itu dadaku terasa sesak dan saat ini sulit untuk bernafas.
“Kin?” panggilnya.
“Kinan? Kamu nggak apa-apa kan? Diam aja?”
‘’eh iya maaf apa tadi yang kamu bilang, aku nggak dengar.”
“Ilham mau pindah dan tinggal di Balikpapan selama 3 tahun. Dia nggak akan balik lagi dan pastinya rumahnya yang disini mau di kontrakin.”
“apa?”
“iya bener, eh udah dulu yaa byee..”
Sari mengakhiri percakapannya, aku tak mengerti dengan semua ini.. lagi-lagi Ilham pergi dan ninggalin aku untuk kedua kalinya, tapi ini berbeda dia nggak akan kembali. Ini semua tak mungkin. Ku putar lagu Pasto-Aku Pasti Kembali, dan lagu itu yang menjadi lagu kita berdua dulu. Teringat aku dan Ilham sering menyanyikan lagu itu berdua.. di pekarangan sekolah sambil memainkan gitar.
***
Pukul 06.00 pagi,
Aku terbangun dari tidurku, aku tak bisa berhenti menangis tadi malam, mungkin sebabnya mataku sembab dan layu seperti ini. aku tak mengerti mengapa aku menangisinya. Aku tak mengerti apa yang ku tangisi. Cintanya? Ataukah karna Ilham yang ingin pergi? Entahlah.. aku tak mengerti.. Seharusnya aku senang Ilham pergi dan nggak akan kembali lagi, tapi apa nyatanya? Aku malah seperti ini, seharusnya aku sadar aku sudah mempunyai seseorang kekasih begitupun Ilham…. Aku juga tak mengerti perasaanku gelisah tadi malam, tadi malam aku juga melihat Ilham tapi aku , aku tak ingat dia ada di mimpiku? Atau dia datang tadi malam. Yang ku ingat dia datang memakai baju putih dan dia tersenyum padaku, dia memegang tanganku dan berbisik. Jangan sedih, karna Ilham akan selalu ada dihati kamu. Dan kamu selalu ada di hati Ilham.. mungkin Ilham nggak akan pernah kembali.
Dret..dret.. hp ku berdering, ternyata ada telpon dari Heri aku pun cepat-cepat mengangkatnya..
“Kin, udah bangun??’’
“ada apa?aku baru aja bangun.”
“kamu udah tau kan Ilham pergi?”
“iya , aku udah tau dari Sari dia yang ngasih tau aku kemaren malam.”
“suara kamu kenapa?”
Mungkin suaraku begini adalah efek tangisanku tadi malam, aku tak bisa tidur.. hanya Ilham yang aku pikirkan tadi malam.
“hah? Suara aku? Gapapa, aku lagi sakit tenggorokan biasalah radang.”
“bohong, kamu pasti abis nangis ya?”
“enggak.” Aku memang berbohong sama Heri, karna aku tak ingin ada yang khawatir.
“ada apa telpon aku pagi-bagi begini? Tumben?’
“iya, gawat Kin penting gawat. Ilham barusan aja masuk rumah sakit.”
“apaaa?” aku tersentak kaget dan mataku kini sudah tak mengantuk lagi.
“iya udah kamu cepetan mandi. Cepet nanti kamu aku antar kerumah sakit aku jemput.”
Aku segera mengakhiri telpon, aku bergegas untuk mandi. Dan setelah aku selesai mandi, dan siap untuk berangkat, tiba-tiba saja terdengar bunyi motor depan pagar rumahku, ku lihat dari jendela ternyata itu Heri, aku cepat keluar dan pamit tidak sempat sarapan pagi.
“Her, ceritain ke aku plis.”
“udah cepat naik, nanti aku ceritaiin di jalan.”
Aku segera naik dan meninggalkan rumah. Aku pergi dengan hati yang cemas, selama di perjalanan aku hanya diam dan diam.
‘’Kin, jangan diam aja .”
“jelas aja aku diam.”
‘‘ini adalah bukti kalau kamu masih sayang banget sama Ilham, iya kan?”
“nggak. Aku cuma khawatir” kataku ngeles.
“Khawatir? Kalau kamu cuma kawatir, nggak akan kamu mau pagi-pagi kaya gini disuruh kerumah sakit buat lihat keadaan Ilham, padahal kamu sendiri udah punya cowok. Tapi kamu sendiri malah ngekhawatirin Ilham di banding cowok kamu”
“jelasin ke aku kenapa Ilham?”
Hening…….. aku tak mengerti kenapa suasana menjadi hening.. keadaan pagi yang dingin ini menusuk tubuhku
“Heri?’’ panggilku.
“Heri, Ilham kenapa?’’ panggilku sekali lagi cemas
“dia… dia.. “
“dia? Dia kenapa Her.”
Heri tak juga menjawabnya, setelah setengah jam di perjalanan, tak terasa kita sudah sampai dirumah sakit. Setelah Heri memarkirkan motornya, aku dan Heri langsung pergi menuju ruang kamar tempat Ilham dirawat. Aku dan Heri melihat teman-temanku sudah rame dan berkumpul di ruang kamar Ilham, aku tak mengerti mereka semua menangis sampai isek-isekan. Apa yang terjadi? Aku tak mengerti . tiba-tiba saja ditengah kerumunan mereka yang sedang menangis, aku melihat seseorang memakai baju putih keluar dari arah pintu kamar rumah sakit tempat Ilham dirawat. Aku diam dan tak menghampiri seseorang itu. Ku lihat Heri sudah tidak ada disampingku. Aku seperti mengenalnya, wajahnya pucat, lesu, dan dia tersenyum kepadaku. Dia itu Ilham? Apa dia itu Ilham? Dia tersenyum padaku? Tapi aku heran mengapa mereka semua masih menangis? Sedangkan Ilham? Dia baru saja keluar dari arah pintu dan tersenyum padaku…. tiba-tiba saja saat aku ingin menghampiri seseorang itu, seseorang itu hilang? Hilaaaang????? Iya, tiba-tiba saja hilang. Aku tak mengerti kemana bayangan itu pergi.
“Kinaaaan….. “ tiba-tiba Robi menghampiriku dan memelukku.
“ada apa? kok kamu nangis?” tanyaku heran, Robi masih saja menangis di pelukanku.
“Ilham Kinaan… Ilham…..aku nggak percaya dengan semua ini, padahal waktu kemarin kita habis ngumpul bareng.. aku nggak percaya!”
“Ilham kenapa? Dia baik-baik aja kan? Barusan aku liat dia keluar kamar dan dia senyum sama aku, tapi anehnya dia langsung pergi dan hilang gitu aja pas aku mau nyamperin dia.. yaa.. barusan.” kataku polos tak mengerti
“apa? “ Robi menatapku.
“iya serius aku nggak bohong tuh barusan dia kesana” aku menunjukkan ke arah bayangan itu pergi.
“Ilham itu udah nggak ada Kinan, dia pergi ninggalin kita semua.. bukan untuk pergi dan tinggal di Balikpapan, tetapi dia pergi untuk selamanya.”
“aku nggak ngerti, jelas-jelas aku barusan liat dia.”
“ikut aku,” di tariknya tanganku masuk ruang kamar Ilham
“lihat, dia udah nggak ada, aku nggak sanggup dengan semua ini.”
“Ilhaaaaam… aku menghampiri Ilham yang terbaring lemas dan kaku, juga pucat dan tangannya begitu dingin.”
“Ilham, bilang ke aku kalau ini nggak bener. Ilhaaam buka mata kamu, bilang kalau ini nggak bener. Kenapa kamu nggak mau buka mata kamu , Ilhaaam plis!!!” Aku tak bisa menahan tangis.
“Ilham, plissss Ilham aku mohon, jangan ninggalin Kinan dengan cara seperti ini Kinan nggak mau ditinggal Ilham, Kinan sayang banget sama Ilham. Ilham bilang, kalau ini bohong, tangan Ilham dingin banget, Ilham sakit? Ilham kedinginan? Tadi Ilham baru aja senyum ke Kinan Ilhaaam bangun.”
Saat itu aku tak bisa menahan tangis, tangan Ilham saat itu dingin banget semua itu bisa ku rasakan. Tetapi dokter langsung membawanya, ku lihat terakhir kalinya Ilham tersenyum padaku, ini mimpi? Katakan ini mimpi padaku.
“Kinan?’’ seseorang menarik tanganku, entah itu siapa dia langsung memelukku.
“ikhlasin dia Kinan, dia udah nggak ada jangan menangis terus, ikhlasin dia.”
Aku tak bisa menahan tangis, aku sekarang rapuh, aku tak bisa apa-apa dengan kenyataan pahit ini. batinku
“ikhlasin dia Kinan, ini semua demi kebaikannya.” Aku masih terhanyut dalam suasana dan juga didalam pelukan seseorang itu, ketika aku membuka mata ternyata seseorang itu adalah Hadi, pacarku yang juga ada disana.. menyaksikan itu semua.
“ayok kita keluar, Hadi jelasin semuanya.”
Teman-temanku masih saja menangis, dan juga ku lihat Heri sepertinya dia juga sangat terpukul. Aku mengerti perasaan Heri, dan juga teman-temanku semuanya.
Ternyata, Hadi membawaku ke kursi taman belakang rumah sakit.
“aka udah denger semuanya sayang.”
“maafin Kinan, maafin Kinan.” Kataku pelan.
“nggak usah minta maaf, justru Hadi yang minta maaf sama kamu. Mungkin kalau kamu dengar ini semua kamu nantinya bakalan benci dan marah sama Hadi, pacar kamu.”
“kenapa kamu ngomong gitu?” tanyaku tak mengerti
“kamu tau? Kamu ingat 6 bulan yang lalu pas Ilham pergi ninggalin kamu tanpa pamit?”
“iya aku ingat?”
“dia itu pergi ninggalin kamu karna dia sakit, bukan karna dia sekolah di pesantren juga. Dia cuma nyari alasan yang masuk akal. Selama itu dia pergi untuk berobat kesana-sini. Tapi itu semua gagal. Pengobatan itu sempat berhasil, tetapi tidak berlangsung lama.”
Hening….. Hadi melanjutkan ceritanya.
“selama dia pergi untuk tinggal di Balikpapan, dia bilang kalau dia pindah ke pesantren.. padahal tidak sayang.. dia pergi bersama orang tuanya untuk berobat. Dia punya penyakit jantung. Kemarin pas kamu main sama dia sama teman-teman kamu, mungkin saat itu keadaan Ilham sudah pulih tetapi, Ilham drop dan harus pulang dan pindah ke Balikpapan selama 3 tahun untuk menjalani pengobatan. Orang tuanya Ilham terpaksa pindah kesana, karna tidak mungkin bolak-balik dengan kondisi Ilham seperti itu Balikpapan-Jakarta itu lumayan jauh.”
“selama 6 bulan, Ilham menitipkan kamu ke aku. Karna aku sahabat baik Ilham sejak kecil. Hanya aku yang tau tentang penyakitnya, selain keluarganya. Maafkan aku, Kinan… seharusnya dari awal aku jujur sama kamu. Pas kita jadian tanggal 26 kemarin, Ilham mengetahui kabar itu. Awalnya aku nggak enak sama dia, tapi aku benar-benar sayang dan tulus sama kamu itu semua aku lakuin untuk ngejagain kamu. Pas Ilham tau kita jadian, dia pesan sama aku, supaya kalau suatu saat nanti dia udah nggak ada, kamu harus bisa ngikhlasin dia. Ini semua demi kebaikannya Kinan. ini semua udah ada yang ngatur”
“Tadi aku juga menemaninya sebelum ajal menjemputnya. Dia berpesan padaku sayang, katanya dia minta maaf sama kamu dan teman-teman kamu juga. Karna dia nggak mau buat kamu sedih juga semuanya. Tadi aku juga udah cerita ke semua teman-teman kamu dan tadi aku suruh Heri jemput kamu. Maafin aku terlambat ngasih tau kamu.”
Tangisku semakin tak terkendali, aku tak bisa menahan semuanyaa…. ini semua telah berakhir, dan aku pun kini harus membuka hatiku untuk orang lain.
“aku nggak marah sama kamu, aku juga ngerti kalau misalnya aku ada di posisi kamu saat itu. Aku ikhlasin , walaupun aku masih sakit dan sangat terpukul.”
“ya, seharusnya kamu bersikap seperti itu sayang, itu semua udah Tuhan yang atur. Kita sebagai umatnya hanya bisa sabar, ikhlas, dan menerima.”
Tuhan… jika ini semua sudah menjadi jalan takdirku,aku ikhlas Tuhan…
Tabahkan aku, berilah tempat yang nyaman disana buat Ilham Tuhan…
Sayangi dia, dan meskipun Ilham sudah tidak ada di dunia ini. tapi aku masih tetap menyayanginya… sampai nanti ku menutup mata…

0 komentar:

Posting Komentar